COWASJP.COM – ​Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang – pesantrennya Rais Akbar Nahdlatul Ulama (NU) Hadratusyech KH Hasyim Asy'ari, kembali menjadi saksi penting dalam perjalanan organisasi umat terbesar di Indonesia.
Pada Sabtu (6/12/2025), forum silaturahmi kiai sepuh NU bersama Mustasyar dan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) diadakan secara tertutup selama sekitar 5 jam. Mulai pukul 12.30 WIB hingga selesai pada pukul 17.30 WIB.
Acara yang diinisiasi Pengasuh Ponpes Tebuireng KH Abdul Hakim Machfudz (Gus Kikin) di Ndalem Kasepuhan tidak sekadar temu silaturahmi. Melainkan juga wadah untuk menyikapi dua masalah krusial yang sedang hangat: bencana alam yang melanda beberapa daerah dan dinamika internal yang mengguncang tubuh PBNU.
Kehadiran tokoh-tokoh berpengaruh seperti mantan Ketum PBNU KH Said Aqil Sirodj, Pengasuh Ponpes Lirboyo Kediri KH Anwar Mansyur, dan Pengasuh Ponpes Al-Falah Ploso Kediri KH Nurul Huda Djazuli menambah bobot pertemuan ini.
Sebelum memasuki pertemuan, Gus Yahya sempat berziarah ke makam Pendiri NU KH Hasyim Asy'ari. Ia mengaku datang untuk memenuhi panggilan para kiai sepuh tanpa mengetahui tujuan pasti undangan. Namun telah menyiapkan segala penjelasan beserta satu tas penuh dokumen. "Ya para pini sepuh kiai-kiai sepuh memanggil saya, ya saya datang."
Apa pun yang nanti diminta saya siap. Apa pun yang ditanyakan, saya siap jawab," ujarnya kepada wartawan.
Bersama dia hadir tim inti PBNU, antara lain Katib A'am KH Said Asrori, anggota Syuriyah KH Ali Akbar Marbun, Sekjen Amin Said Husni, dan Bendahara Umum Sumantri Suwarno.
Setelah berlangsung selama lima jam, Juru Bicara Forum Kiai Sepuh NU Abdul Muid mengumumkan hasil kesimpulan pertemuan kepada wartawan.
Pertama, terkait bencana alam yang melanda Sumatera dan Aceh, para kiai sepuh menyampaikan belasungkawa dan doa agar masyarakat terdampak diberikan kesabaran serta segera mendapatkan pertolongan.
Mereka juga meminta pemerintah melakukan upaya maksimal dalam memberikan bantuan, serta mengambil langkah strategis dan antisipatif untuk mencegah bencana serupa di masa depan. Termasuk di dalamnya adalah penindakan tegas terhadap individu atau korporasi yang mengeksploitasi sumber daya alam tanpa mempertimbangkan keseimbangan lingkungan.
"Forum juga mengajak seluruh warga negara Indonesia untuk saling bahu membahu serta terlibat aktif dalam memberikan bantuan kepada para korban bencana," jelas Gus Muid.
PROSES PEMAKZULAN GUS YAHYA TIDAK SESUAI ATURAN
Kedua, terkait dinamika internal PBNU yang mulai mencuat setelah keluarnya surat edaran Syuriyah PBNU pada Selasa (25/11/2025) yang menyatakan Gus Yahya tidak lagi berstatus Ketua Umum sejak 26 November 2025, forum memiliki pandangan yang seimbang. Para kiai sepuh menyatakan bahwa proses pemakzulan tersebut tidak sesuai dengan aturan organisasi sebagaimana yang tercantum dalam AD/ART.
Namun, mereka juga mengakui adanya informasi kuat tentang pelanggaran atau kekeliruan serius dalam pengambilan keputusan oleh Ketua Umum yang perlu diklarifikasi melalui mekanisme organisasi secara menyeluruh.
Untuk menjaga ketertiban, forum mengajak seluruh pihak untuk menahan diri dan menghindari langkah yang berpotensi memperbesar ketegangan.
"Forum menegaskan bahwa persoalan ini hendaknya diselesaikan melalui mekanisme internal NU tanpa melibatkan institusi atau proses eksternal demi menjaga kewibawaan jam'iyyah dan memelihara NU sebagai aset besar bangsa," kata Gus Muid.
Selain itu, forum juga merekomendasikan agar Rapat Pleno untuk menetapkan Penjabat Ketua Umum PBNU tidak diselenggarakan sebelum seluruh prosedur dan musyawarah diselesaikan sesuai ketentuan organisasi.
Gus Yahya sendiri berharap bahwa pertemuan di Tebuireng ini bisa menjadi awal dari penyelesaian polemik yang terjadi.
Di tengah gejolak yang melanda, pertemuan di Tebuireng menjadi cerminan nilai-nilai NU yang selalu mengedepankan musyawarah mufakat dan ukhuwah.
Rekonsiliasi dan islah bukan hanya kata-kata kosong, juga menjadi jiwa yang harus dijunjung tinggi oleh seluruh elemen NU. Semoga hasil pertemuan ini bisa menjadi tonggak untuk menyelesaikan masalah internal dengan cara yang baik dan benar. Serta memperkuat peran NU dalam menangani masalah bangsa, terutama dalam menghadapi bencana alam yang terus melanda.
Hanya dengan kebersatuan dan kepatuhan pada aturan, NU bisa tetap menjadi pijakan umat dan aset berharga bagi negara Indonesia.(*)