KANALPojok Analisis

Ulama Nusantara dan Dunia Tegaskan Ekoteologi sebagai Pilar Syariat dalam Pelestarian Lima Tujuan Utama

Ulama Nusantara dan Dunia Tegaskan Ekoteologi sebagai Pilar Syariat dalam Pelestarian Lima Tujuan Utama
Foto{ Istimewa

COWASJP.COMSEJUMLAH ulama dari Nusantara dan berbagai negara menegaskan pentingnya ekoteologi sebagai pilar utama dalam menjaga lima tujuan syariat Islam. Yaitu jiwa, akal, keturunan, martabat, dan harta. 

Mereka menggarisbawahi bahwa pelestarian lingkungan bukan hanya kewajiban spiritual. Tetapi juga kebutuhan mendesak untuk menghadapi krisis ekologis yang mengancam keberlanjutan umat, dengan landasan kuat dari dalil syar’i dan kearifan lokal.

Sejumlah ulama Nusantara dan dunia dengan tegas mendukung penguatan ekoteologi sebagai bagian esensial syariat Islam. 

Mereka menegaskan bahwa pelestarian lingkungan adalah maqshid syariah fundamental. Yang menopang lima tujuan utama syariat: menjaga jiwa, akal, keturunan, martabat, dan harta. 

Krisis lingkungan berkepanjangan yang mengancam keseimbangan ini, menjadikan pengembangan fiqih lingkungan dan Teologi Hijau menjadi kebutuhan mendesak yang didukung oleh dalil syar’i.

Prof. Maryam Ait Ahmed dari Universitas Ibn Tofail, Maroko, mengingatkan bahwa menjaga lingkungan adalah kewajiban syariat. Sebab, kerusakan air, udara, dan tanah akibat ulah manusia mengancam kelangsungan hidup umat. 

Lingkungan adalah nikmat dari Allah SWT yang harus dijaga sebaik-baiknya, sesuai tujuan penciptaannya.

Senada, Prof. Abdelhamid El-Assyaq dari Universitas Al-Qarawiyyin menegaskan, bahwa perlindungan lingkungan merupakan kebutuhan pokok mandiri. Diperkuat dengan larangan perusakan alam dan perintah menjaga keseimbangan kosmik (al-mizan). 

Kerusakan lingkungan berdampak langsung pada rusaknya tujuan syariat lain dan mengancam masa depan umat.

Dari Nusantara, tokoh seperti KH. Hasyim Muzadi (Alm) Pengasuh Pesantren Al Hikam menekankan, menjaga alam adalah amanah dan bagian dari ibadah. Beliau juga pernah duduk sebagai Ketua Umum PBNU. 

Sedangkan Prof. Quraish Shihab menegaskan, ayat Al-Qur’an tentang penciptaan adalah fondasi teologi lingkungan Islam.

KH. M. Amin Zulfiqar melalui Fiqh al-Bi’ah dan fatwa Majelis Ulama Indonesia memperkuat landasan fiqih lingkungan. Kearifan lokal seperti rilang (keseimbangan) juga kian menguatkan prinsip pelestarian alam sesuai syariat. 

Ekoteologi membawa manfaat luas bagi umat Islam. Secara spiritual, menjaga alam merupakan wujud ibadah dan ketakwaan sebagai khalifah di bumi. 

Secara sosial, ia membangun solidaritas dan gotong royong, menciptakan lingkungan sehat yang meningkatkan kualitas hidup. Secara ekologis, ia memberi dasar syari’i untuk menghindari pemborosan, pencemaran, dan perusakan, sekaligus menjaga keberlanjutan bumi demi generasi kini dan mendatang.

Menteri Agama Prof KH Nasaruddin Umar bahkan telah menerbitkan buku khusus tafsir Ayat-Ayat Ekologi. Sebagai momentum penting untuk meneguhkan kembali pandangan Al-Qur’an tentang kesucian alam, dan menjadi sandaran umat manusia.

“Alam adalah segala sesuatu selain Allah. Jika Al-Qur’an merupakan kumpulan ayat mikrokosmos, maka alam semesta ini adalah kumpulan ayat makrokosmos.

 Keduanya sama-sama ayat Allah,” ujarnya.

Menurutnya, krisis lingkungan tidak semata disebabkan oleh faktor teknologi atau ekonomi. Tetapi berakar pada hilangnya arah spiritual. “Kerusakan ekologi terjadi karena tidak adanya tuntunan spiritual. Tanpa arah spiritual, manusia bisa lebih hina dari binatang.”

Sebagai sandaran pokok, Allah SWT berfirman dalam Surah Al-A’raf ayat 56:

"Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya."

Ayat ini menegaskan larangan merusak bumi sebagai amanah yang harus dijaga keseimbangannya.

Nabi Muhammad SAW bersabda: "Jika hari kiamat sudah dekat dan salah seorang dari kalian memegang sebuah tunas pohon, maka hendaklah ia menanamnya."

Hadist ini mengajarkan pentingnya menjaga dan merawat alam sebagai bagian dari iman dan amal salih. Maka dari itu, pengembangan Teologi Hijau, pembentukan wakaf lingkungan, pendirian pusat penelitian fiqh al-bi’ah, integrasi pendidikan lingkungan berbasis syariat dalam kurikulum, serta pembentukan badan pengawas syariat lingkungan adalah langkah strategis yang mendesak untuk keberlanjutan umat dan alam. Wallahu a'lam bishawab.(*)


Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :