KANALPojok Features

Jadi Provokator agar Ponpes Gontor Jadi Pelopor

Jadi Provokator agar Ponpes Gontor Jadi Pelopor
Foto: Erwan Widyarto

COWASJP.COM – Alhamdulillah, pada tanggal 1 Oktober 2025 saya mendapatkan kesempatan yang sangat istimewa: menjadi narasumber dalam Cleaning Development Course di hadapan 300 santri putri Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor. 

Di aula megah Pondok Gontor Putri 1 itu, saya menyampaikan tema “Sampahku Tanggung Jawabku” dengan semangat kampanye: Stop throw, start recycling. Control the rubbish by recycling. 

Dengan penuh antusias, saya mengingatkan sebuah prinsip sederhana tapi sangat penting: yang dari alam kembali ke alam, yang dari pabrik kembali ke pabrik. Stop throw!  Do not litter! 

Prinsip ini saya jadikan dasar untuk mengajak para santri melakukan pengurangan volume sampah. Saya memprovokasi mereka untuk tidak lagi menambah gunungan sampah tisu di bumi Indonesia yang mencapai 25 ribu ton per tahun. 

Solusinya? 

Kembali ke kebiasaan lama yang bijak: gunakan sapu tangan dan lap makan, bukan tisu sekali pakai. Dipakai 2 menit, mengotori bumi hingga langit selama 52.596.000 menit. 

BACA JUGA: Gegeran (Kuota Haji) Itu Bermula dari Ini…

Saya juga mengajak mereka berhenti menggunakan sedotan plastik sekali pakai, berhenti membeli es teh jumbo jika tidak membawa tumbler sendiri. Bayangkan Indonesia menghasilkan sekitar 93 juta sedotan plastik setiap hari. Masih mau ikut menambah? 

Terlebih lagi, saya ingatkan bahwa di Ngawi sudah ada Peraturan Daerah tentang Pelarangan Plastik Sekali Pakai. Karena mereka tinggal di Ngawi, sudah sepantasnya para santri menjadi garda depan dalam menaati aturan tersebut. 

BACA JUGA: Perjuangan Menjaga Bumi Tak Bisa Ditunda Lagi, Aisyiyah Telah Memulai​

Sebagai bentuk nyata, saya kembali membagikan sapu tangan dan menyampaikan pesan reflektif lewat kisah “Cerita dalam Sepotong Tisu.” 

Karena audiens adalah santri putri, saya juga menyinggung persoalan sampah residu dari pembalut sekali pakai. 

Saya memperkenalkan gerakan PeKa (Pembalut Kain) yang diinisiasi oleh dosen UIN Sunan Kalijaga. PeKa adalah solusi ramah lingkungan sekaligus hemat, yang dapat menjadi pilihan bagi mereka untuk ikut serta mengurangi timbunan sampah. 

Ke Gontor kali ini saya tidak sendiri. Bersama dua rekan lainnya. Kami juga menawarkan alternatif produk ramah lingkungan berupa kantong dan sedotan biodegradable. Mulai dari trash bag hingga tas belanja. Kami kemudian serahkan kantong trash bag untuk contoh dan perkenalan produk biodegradable. 

Menariknya, panitia memberikan “oleh-oleh” berupa roti produksi pondok yang dikemas dalam kantong plastik. Di situlah saya menekankan bahwa tas semacam itu pun bisa dibuat dengan bahan biodegradable—sebuah peluang nyata untuk pondok dalam berinovasi. 

Meski sore itu hujan deras mengguyur hingga suara air menghantam genteng galvalum begitu keras, alhamdulillah pesan saya tetap terdengar jelas melalui pengeras suara. Keterbatasan teknis tidak mampu meredam semangat saya, maupun semangat para santri yang menyimak dengan antusias. 

Oh iya. Sy juga sempat memotret tong sampah di depan Wisma Latansa. Semacam penginapan untuk tamu atau orangtua saat menengok anak yang mondok. Ternyata dalam tong tersebut sampah organik dedaunan bercampur dengan sedotan plastik, botol plastik, bekas gelas mie instan dan lain-lain. 

Ini juga kami sarankan untuk diperhatikan. Tong sampah pilah harus disediakan. Minimal dua jenis sampah: organik dan anorganik. Apalagi di Pondok sudah ada Bank Sampah. Semoga saran ini didengarkan dan dieksekusi. Karena sampah terpilah bisa lebih berdaya dan sampah campur itu berbahaya. 

Kisah meledaknya TPA Leuwigajah yang membuat dua desa terkubur dan 157 orang kehilangan nyawa, sy ceritakan sebagai ibrah. Jangan sampai sejarah buruk ini terjadi... 

Sebagai penutup, saya memutar sebuah video inspiratif tentang success story Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta yang berhasil menekan produksi sampah dari 2 ton per hari menjadi hanya 100 kilogram per hari. 

Kisah nyata ini menjadi bukti bahwa perubahan bukan sekadar mimpi, melainkan sesuatu yang bisa diwujudkan dengan kesungguhan. 

Bagi saya pribadi, kesempatan berbicara di hadapan 300 santri putri Gontor ini adalah kebahagiaan yang tidak ternilai. Sebab, di tangan merekalah masa depan bumi dititipkan. 

Semoga langkah kecil ini menjadi awal dari gerakan besar untuk merawat bumi, mulai dari Ngawi, dari pesantren, dari tangan-tangan muda yang penuh semangat. 

Siap menunggu undangan dari Pondok Pesantren yang lain. Ada yang mau? (*)


Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :