KANALPojok Features

Perjuangan Menjaga Bumi Tak Bisa Ditunda Lagi, Aisyiyah Telah Memulai

Perjuangan Menjaga Bumi Tak Bisa Ditunda Lagi, Aisyiyah Telah Memulai
Ibu-ibu Aisyiyah antusias berdiskusi mengenai cara mengurangi penggunaan sampah plastik saat belanja ke pasar (Foto: Erwan Widyarto)

COWASJP.COMHari Minggu, 14 September itu, saya mendapat kesempatan berharga menjadi salah satu narasumber dalam kegiatan Capacity Building bertajuk “Pasarku Tempat Ibadahku” yang digelar oleh PP ‘Aisyiyah bersama LAZISMU di SD Muhammadiyah Demangan, Yogyakarta. Lebih dari 60 peserta hadir, mayoritas ibu-ibu Aisyiyah dari ranting dan cabang Gondokusuman, serta warga sekitar.

***

SEJUJURNYA, saya merasa senang sekaligus tersentuh bisa berada di tengah mereka. Ada suasana hangat yang khas, penuh semangat sekaligus ketulusan. Ketika saya berbicara tentang betapa gentingnya persoalan sampah plastik, saya melihat tatapan serius dari para ibu.

Ada yang mengangguk pelan, ada yang mencatat dan merekam apa yang saya sampaikan, ada pula yang sesekali berbisik dengan temannya, mungkin mengaitkan dengan pengalaman mereka sehari-hari di pasar. Saat itulah saya merasakan, materi yang saya sampaikan bukan hanya masuk telinga, tapi juga masuk ke hati mereka.

Saya membuka paparan dengan mengingatkan bahwa pasar bukan hanya tempat jual beli, melainkan juga ruang ibadah. Dengan semangat “Pasarku Tempat Ibadahku”, setiap langkah kecil untuk mengurangi plastik sekali pakai sesungguhnya adalah amal jariyah bagi kelestarian bumi. 

BACA JUGA: Salah Kaprah Istilah Kerajinan Daur Ulang​

Saya teringat tragedi besar TPA Leuwigajah tahun 2005, ketika dua desa tertimbun sampah dan 157 orang meninggal dunia. Saya masih bisa merasakan getirnya cerita itu saat saya sampaikan kembali di forum. Beberapa peserta tampak terkejut, seakan baru menyadari betapa sampah yang sering dianggap remeh ternyata bisa merenggut nyawa manusia.

Saya lalu mengajak mereka membayangkan masa depan dengan circular economy—sebuah sistem yang menutup siklus sumber daya, meminimalkan limbah, dan memaksimalkan pemanfaatan kembali. Prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dan konsep Zero Waste bukanlah hal muluk-muluk. Justru, perubahan itu bisa dimulai dari hal sederhana: membawa tas belanja kain, menolak kantong plastik, tidak menggunakan sedotan plastik, mengurangi tisu atau membawa wadah sendiri saat membeli lauk-pauk di pasar.

BACA JUGA: CHSE dan Reinterpretasi Pariwisata Halal​

Yang membuat saya terharu adalah ketika sesi tanya jawab dimulai. Para ibu begitu antusias menanyakan soal kebiasaan mengelola sampah selama ini. Mulai dari perilaku petugas sampah yang justru mencampur kembali sampah yang telah mereka pilah, hingga kebiasaan lupa membawa tas sendiri saat berbelanja. Bagi saya, suara-suara sederhana itu adalah tanda kesadaran mulai tumbuh.

erawn3.jpg

Sebagai apresiasi dan penghargaan atas antusiasme peserta, saya membagikan hadiah berupa paket sapu tangan kepada penanya maupun mereka yang tak lupa membawa sapu tangan. Dalam kemasan hadiah itu ada narasi edukatif tentang dampak buruk tisu bagi lingkungan. Mulai dari pemborosan air, listrik, penebangan pohon, dan penggunaan klorin sebagai pemutih.

Saya juga tersentuh dengan apa yang disampaikan Ketua PDA Kota Yogyakarta, Ibu Rowiyah. Beliau menegaskan bahwa Yogyakarta masih dalam kondisi darurat sampah, dan mengubah perilaku di pasar adalah strategi penting. Mendengar hal itu, saya semakin yakin: ibu-ibu inilah agen perubahan yang sesungguhnya. Mereka yang sehari-hari berbelanja, mengatur rumah tangga, berinteraksi dengan pedagang, punya peran besar menanamkan kebiasaan baru yang lebih ramah lingkungan.

Sepulang dari acara itu, saya merenung cukup lama. Saya merasa bersyukur diberi kesempatan untuk berbagi, sekaligus belajar dari ketulusan para ibu Aisyiyah. Terkadang, kita berpikir bahwa perubahan besar harus lahir dari kebijakan atau teknologi canggih. Padahal, perubahan itu bisa tumbuh dari kebiasaan kecil yang konsisten, dari tangan-tangan sederhana yang berbelanja di pasar tradisional.

Saya percaya, apa yang dilakukan Aisyiyah melalui program Green ‘Aisyiyah ini adalah jihad lingkungan yang nyata. Jihad yang dilakukan bukan dengan slogan, melainkan dengan praktik sehari-hari: menolak plastik sekali pakai, memilih wadah guna ulang, dan menyebarkan semangat peduli bumi lewat dakwah keagamaan. Semangat terus Mbak Amah –Dr Rahmawati Husein—ketua Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) PP Aisyiyah. 

Bagi saya pribadi, pengalaman di forum itu akan selalu saya kenang. Ada rasa haru, ada semangat baru, dan ada keyakinan bahwa perjuangan menjaga bumi tidak bisa ditunda lagi. Jika ibu-ibu Aisyiyah bisa memulainya dari pasar, maka kita semua pun bisa mengambil bagian dari jihad lingkungan ini—dari ruang hidup kita masing-masing.*

Erwan Widyarto, Provokator Pengelolaan Sampah dan Desa Wisata


Pewarta : -
Editor : Erwan Widyarto
Sumber :