KANALPojok Analisis

Apa Maumu Sri Mulyani?

Apa Maumu Sri Mulyani?
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. ( FOTO: Istimewa - um-surabaya.ac.id)

COWASJP.COMMAU BILANG APA soal Sri Mulyani Indrawati? Nama yang bagus. Wajah yang tidak jelek. Tapi suaranya sekarang terdengar memekakkan telinga banyak orang. Ketika dia bicara soal guru, yang katanya sudah menjadi beban negara. 

Belum lagi, kalau dia sudah bicara soal pajak. Bahwa penerimaan negara atas pajak harus terus ditingkatkan. Dengan berbagai macam skema yang disiapkan. Tanpa sedikit pun menyinggung penerimaan dari sektor lain yang semestinya terus digali. Sehingga makin memberatkan beban ekonomi rakyat di lapisan bawah. 

Ketika pemerintah menetapkan kenaikan PPN jadi 12 persen di awal pemerintahan Prabowo, terjadi pro-kontra begitu luas. Meski demikian, pemerintah tidak bergeming. Sementara harga berbagai barang kebutuhan pokok mulai melambung.

BACA JUGA: Cepat atau Lambat Jokowi Selesai​

Sri Mulyani adalah Menteri Keuangan yang paling lama menjabat dalam sejarah pemerintahan Indonesia. Dia sudah menduduki jabatan yang sama dalam tiga pemerintahan. Yaitu pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Joko Widodo alias Jokowi dan sekarang pemerintahan Prabowo Subianto. 

Bagaimanapun, sebelumnya dia dinilai sudah banyak menorehkan prestasi. Di era kepemimpinan SBY khususnya. Di antaranya, dalam menstabilkan ekonomi makro, mempertahankan kebijakan fiskal yang prudent, menurunkan biaya pinjaman dan mengelola utang serta memberi kepercayaan pada investor. 

BACA JUGA: Revolusi Bermula dari Pati​

Konon, karena berbagai langkah tersebut dia dianggap telah menjadi Menteri Keuangan terbaik di Asia.

Tapi itu dulu. Sekarang berbagai langkah yang dia tempuh membuat banyak orang mengernyitkan dahi. Sehingga tidak sedikit pula yang meminta agar dia dicopot dari kedudukannya. 

Di antara sejumlah menteri titipan Jokowi, dia termasuk yang paling banyak disorot. 

Soal Gaji Guru

Soal gaji guru, Sri Mulyani mengatakan bahwa menjadi dosen atau guru tidak dihargai karena gajinya nggak besar. Padahal, menurut dia, profesi ini sudah menjadi beban negara. Hal itu disampaikannya ketika bicara dalam acara Konvensi Sains dan Teknologi Industri Indonesia (KSTI)  di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) ITB, Bandung, Jawa Barat, Kamis (7/8/2025). 

Pernyataannya itu menuai protes dari kalangan guru yang merasa profesinya dilecehkan. Padahal, profesi guru sangat mulia. Bila tidak ada guru, tidak akan ada orang yang akan jadi anggota DPR maupun menteri seperti Sri Mulyani. 

BACA JUGA: Korupsi Berjama'ah Mungkinkah Terulang?​

Kaitan dengan ini, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan, "Ini menandakan bahwa Bu Menteri tidak memahami. Tidak mengerti betul apa yang jadi spirit dari Pasal 31 undang-undang Dasar 45. Bahwa untuk mendapatkan pendidikan adalah hak warga negara.”

Sementara itu, pakar pendidikan dari Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Sri Lestari, mengatakan bahwa ucapan Menkeu terkesan lempar tanggung jawab. 

Menariknya, pernyataan Sri Mulyani hampir beriringan dengan munculnya aksi unjuk rasa yang rusuh di beberapa daerah di tanah air. Ketika rakyat berduyun-duyun turun ke jalan. Menentang pemimpin daerah mereka. Akibat pemberlakuan kenaikan pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB P2) yang gila-gilaan.  

Mengapa itu terjadi? 

Alasannya: karena pemerintah daerah berupaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebagai akibat dari pengurangan transfer dana dari pemerintah pusat. Nah, terkait hal ini, yang disorot tentu siapa lagi kalau bukan Menkeu Sri Mulyani. Yang fokusnya selalu pada peningkatan pajak. Tanpa peduli kehidupan rakyat kecil di lapisan bawah.  

Para Elit Pesta Pora

Sementara itu, ketika rakyat kesulitan mencari makan, para pejabat seperti anggota DPR berpesta pora. Mendapatkan tunjangan yang bermacam-macam. Berkat kebaikan Menteri Keuangan, tentu saja. 

Bahkan sebagai kompensasi dari tidak adanya jatah perumahan, mereka bisa mendapatkan tunjangan sebesar Rp 50 juta per bulan. Sehingga “take home pay” mereka bisa di atas Rp 100 juta per bulan. Ini belum termasuk tunjangan aspirasi, tunjangan komunikasi intensif, tunjangan kehormatan,dan berbagai paket tunjangan yang lain. 

Dan yang tidak kalah menarik adalah soal pembelian mobil dinas pejabat negara. Yang dulunya hanya berkisar Rp 600 juta sampai Rp 700 juta per unit, sekarang dinaikkan menjadi hampir Rp 1 milyar per unit untuk pejabat negara dari eselon satu. 

Sri Mulyani yang pernah tersandung kasus bail out Bank Century pada 2010, sempat mendorong DPR membuat Panitia Hak Angket untuk menyelidiki keterlibatan dirinya dalam kasus itu. Tapi kemudian  dia mengundurkan diri. Banyak yang menduga dia “diselamatkan”. Lalu diterima sebagai Direktur Pelaksana dan Chief Operating Officer Bank Dunia. 

Kini, karena begitu terobsesi untuk mendorong penerimaan negara dari pajak, sampai-sampai dia mengeluarkan “fatwa” bahwa pajak itu sama dengan zakat dan wakaf. “Dalam pendapatan kita terdapat hak orang lain,” begitu katanya, entah menyitir kajian ulama atau bukan. 

Sri Mulyani dianggap tidak sensitif. Sebagai menteri titipan Jokowi, menurut sejumlah kalangan, dia terkesan banyak bikin heboh. Sebagaimana juga Mendagri Tito Karnavian yang memberikan empat pulau Aceh ke Propinsi Sumatera Utara. Dan Menteri Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia Nusron Wahid, yang mengatakan seluruh tanah di republik ini adalah milik negara. Rakyat hanya diberi hak pakai. Dan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana, yang tiba-tiba memblokir rekening nganggur.

Semua suka bikin pernyataan yang menghebohkan. Sehingga makin menggerus kepercayaan publik terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.(*)


Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :