COWASJP.COM – Swiss dikenal sangat terdepan di bidang transportasinya. Apabila tinggal di kota besar, maka tak punya mobil pun tak jadi masalah. Beda halnya kalau tinggal di desa, sudah pasti harus punya mobil karena fasilitas transportasi tidak begitu banyak seperti di kota.
Indonesia pun sekarang sudah semakin memperbaiki fasilitas transportasi kereta api. Beragam harga dan fasilitasnya. Bahkan ada yang pelayanan premium dan mewah desain kereta apinya.
Apakah Indonesia juga punya kereta panoramic seperti di Swiss ya?
Salah satu yang belum keturutan (terlaksana) sewaktu tinggal di Swiss 3 tahun lalu adalah naik kereta panoramic.
BACA JUGA: Setelah Izin Tinggal Terbit, DoubleZ Ikut Papi Fariz Dinas ke Swiss​
Apa bedanya kereta api biasa dengan kereta api panoramic? Kereta biasa di Swiss pada umumnya digunakan untuk transportasi antarkota. Desain keretanya standar, bersih, beberapa ada yang tersedia gerbong playground untuk anak-anak, dan tidak memerlukan reservasi kursi alias bebas pilih kursi mana saja asal punya tiket. Hanya dipisahkan kelas 1 dan kelas 2.
Saat membeli tiket kereta sudah memilih kelasnya dari awal. Di kelas 1 area ruang kaki, ukuran meja lebih luas. Jumlah kursi lebih sedikit karena konfigurasi kursi hanya 2-1.
Siap naik funicular menuju puncak interlaken. (FOTO: Okky Putri Prastuti)
Sedangkan di kelas 2 konfigurasi kursi 2-2. Sehingga kelas 1 terkesan lebih nyaman dan hening, cocok untuk orang yang ingin fokus bekerja selama menempuh perjalanan panjang.
Beda halnya dengan kereta panoramic. Kereta ini dikhususkan untuk wisatawan yang ingin menikmati pemandangan di sepanjang jalur. Wisatawan dimanjakan dengan ukuran jendela yang supeeeer besar. Di samping tempat duduk, jendelanya sampai ke langit-langit. Jadi sungguh puas sekali melihat indahnya Swiss.
Ada 3 macam kereta panoramic di Swiss, yaitu Glacier Express, Bernina Express, dan GoldenPass Line.
Glacier Express menghubungkan Zermatt dan St.Moritz yang melewati pemandangan pegunungan Alpen dengan harga 208 CHF (Rp.3.800.000).
Bernina Express yang paling spektakuler karena menghubungkan Swiss ke Italia, dengan pemandangan sungguh menakjubkan, dengan harga tiket 114 CHF (Rp.2.100.000).
Sedangkan GoldenPass Line melewati beberapa kota turis seperti Montreux, Gstaad, dan Interlaken dengan harga 95 CHF (Rp.1.700.000). Semua harga diatas hanya untuk 1x jalan.
Harga tiket kereta panoramic jauh lebih mahal daripada kereta biasa. Kalaupun tidak memilih naik kereta panoramic juga tersedia jalur kereta biasa. Penumpang juga wajib reservasi tempat duduk untuk bisa naik kereta panoramic. Dan pasti akan dikenakan biaya tambahan, namun hati tenang karena pasti dapat tempat duduk dan bisa menikmati pemandangan indah.
Naik kereta panoramic, jendela super besar, penumpang bisa leluasa melihat pemandangan di luar kereta. (FOTO: Okky Putri Prastuti)
Naik kereta biasa dari Montreux ke Interlaken dikenakan harga 59 CHF atau Rp. 1.100.000) untuk sekali jalan. Lumayan selisih Rp.600.000 dengan kereta panoramic.
Kali ini DoubleZ akan berpetualang ke Interlaken menggunakan kereta panoramic. Yuuuk, tarik nafas dalam-dalam karena cukup menguras tabungan nih buat beli tiketnya, hahahaha…….
Check out dari hotel mruput pagi hari sebelum matahari terbit. Jam 06.00 CET (Central European Time). Sudah sempat sarapan terlebih dahulu karena restoran hotel sudah buka sejak jam 5.30 CET.
Alhamdulillah. Menuju ke stasiun dengan fasilitas shuttle gratis dari hotel ke bandara. Bandara Geneva langsung terhubung dengan stasiun kereta antar kota. Tujuan kami tidak langsung ke Interlaken, melainkan ke hotel di Lausanne tempat kami menginap. Perjalanan Geneva – Lausanne memakan waktu hampir 1 jam. Untungnya letak hotel tepat di depan stasiun Lausanne.
Setelah proses menitip koper langsung gas balik ke stasiun untuk naik kereta ke Montreux. Kami berempat telah membeli tiket day pass seharga 79 CHF per orang (Rp. 1.500.000). Zirco dapat setengah harga, sedangkan Zygmund masih gratis. Tiket day pass ini bisa digunakan ke seluruh kota di Swiss. Mau naik transportasi apa saja bisa dicover oleh tiket ini. Termasuk kereta GoldenPass Line Montreux – Interlaken. Sehingga kami perlu menambah biaya untuk reservasi saja per orang 20 CHF (Rp. 370.000).
DoubleZ senang sekalii selama perjalanan menikmati pemandangan. Sapi dan domba menjadi hiburan saat melewati kawasan pedesaan. Ada juga helicopter yang sedang mendarat di sebuah desa dengan sedikitnya penduduk. Sepertinya sedang memberikan bantuan kepada warga setempat.
Cuaca sedang berkabut, suhu minus 2 derajat, naik kereta panoramic. (FOTO: Okky Putri Prastuti)
Kami tidak perlu khawatir kalau DoubleZ ramai dan mengganggu wisatawan lain, karena ternyata penumpang lainnya lebih ramai daripada DoubleZ. Hihihihihiii…
Setelah menempuh perjalanan 3,5 jam, akhirnya sampai juga di Interlaken. Tujuan utama kami adalah Harder Kulm – pegunungan tertinggi di Interlaken. Untuk mencapai puncak Harder Kulm diperlukan naik kereta funicular. Pada ketinggian sekitar 1.300 meter di atas permukaan laut, mata akan dimanjakan oleh cantiknya Swiss. Danau berwarna hijau tosca yang bernama Danau Thun dan Danau Brienz menjadi primadona. Belum lagi indahnya pegunungan Alpen Swiss, Eiger, dan Jungfrau yang sudah diselimuti oleh salju. Masya Allah Masya Allah. Tak henti-hentinya kami mengucap syukur. Karena ini pertama kalinya kami “mendaki” ke puncak Interlaken.
Tiket Harder Kulm PP untuk dewasa 38 CHF dan anak-anak (6-15 tahun) 19 CHF. Total yang harus dibayarkan adalah 95 CHF (Rp.1.750.000) untuk bertiga karena Zygmund masih gratis.
Uniknya saat di puncak Interlaken malah bertemu dengan rombongan orang Indonesia yang sedang berlibur di Swiss, Prancis, dan Italia. Mereka ikut travel dengan jadwal beberapa hari. Lumayan lah akhirnya bisa punya foto keluarga berempat cukup proper berkat minta tolong mereka. Karena foto adalah kenang-kenangan untuk keluarga kecil kami. Banyak sekali perjuangan yang telah dilewati untuk bisa memberikan kenangan manis bersama DoubleZ. Masya Allah.
Tubuh yang tidak pernah bertemu dengan minus 2 derajat Celcius ditambah kabut membuat kami sudah tak mampu bertahan lagi. Kami putuskan segera kembali ke Lausanne dengan menempuh perjalanan kereta biasa.
Penulis di jembatan sungai yang bersih membiru. (FOTO: Fariz Hidayat)
Sebelum matahari tenggelam jam 18.30 CET kami telah tiba di hotel. Cuaca dingin butuh makanan hangat pastinya. Enaknya beli apa yaa?
Makanan Swiss menurut kami tidak enak, rasanya hambar, isinya cuma tentang per-keju-an dan pe-roti-an, tidak cocok di lidah orang Indonesiaah. Akhirnya jelaaaas, kamibpilih menu Asia. Makanan Asia selalu di hati, di mana pun berada.
Sudah 3 hari puas berlibur saatnya besok “mbolang” bersama DoubleZ, hanya bertiga saja karena Papi Fariz sudah sibuk masuk ke kantor PMI – Lausanne.
Ke mana saja kami bertiga pergi? Apakah aman pergi bersama anak-anak sendirian di kota Lausanne – Swiss? Nantikan petualangan DoubleZ nostalgia ke Swiss karena ngintil Papi kerja. (Bersambung)